Technic breeding (beternak) dgn cara
yg lebih sistematis sehingga bisa juga disebut sebagai ‘Rekayasa
Genetika’. Mungkin saja diantara teman2 ada yg lebih berpengalaman dan
menemukan cara ternak yg lebih baik. Tapi minimal, artikel ini bisa
menjadi sebuah wawasan baru mengenai bagaimana cara beternak yg baik dgn
teknik modern sesuai dgn teori genetika.
Sebelum dilanjut, ada baiknya kita mengenal dulu beberapa kosa kata yg ada dalam artikel ini agar tdk terjadi salah penafsiran.
Inbreed : Perkawinan antara dua individu yg memiliki hubungan darah sangat dekat. Yaitu : Ibu dgn anak, bapak dgn anak dan anak vs anak.
Line breed : Perkawinan dua individu yg memiliki hubungan darah tidak terlalu jauh. Contoh : Kakek vs cucu, paman vs keponakan, dll.
Cross breed : Perkawinan antara 2 individu yg tidak memiliki hubungan darah. Atau minimal hubungan darahnya terlalu jauh.
Super breed : Individu yang selalu mampu menurunkan sifat2 terbaik pada keturunannya.
Super fight : Individu yang diproyeksikan khusus untuk lomba/tarung.
Artikel ini ditulis oleh Steven van Breemen, sesuai dgn pengalamannya
beternak merpati pos di Eropa sana. Dituangkan dalam buku berjudul Mini
Course The Art of Breeding. Meskipun hewan yg digunakan adalah merpati,
tapi saya rasa bisa diterapkan pada Ayam. Mengingat kedua spesies ini
banyak memiliki kesamaan. Berikut ringkasannya :
Steven Van Breemen mengembangkan sebuah metode ternak yang disebut :
“population genetics”. Tujuan metode ini adalah membangun suatu populasi
yang ada dalam kandang dengan ciri-ciri genetika yang kurang lebih sama
(homogen). Misalnya, kalau kita punya 50 ayam di kandang, maka semuanya
mempunyai ciri kualitas karakter yang relatif sama (tentu tidak 100 %
sama, tapi kalaupun berbeda tidak terlalu jauh). Dari kesamaan karakter
ini, kita akan mampu memunculkan hasil ternak yang selalu stabil
mutunya. Artinya, kita bisa mendapatkan stok super breeder unggulan yang
pada akhirnya mampu memunculkan super fight.
Metode ini merupakan pengembangan dari teori Gregory Mendel yg
dimodifikasi. Aplikasinya dengan menggunakan prinsip Cross Breed,
Inbreed dan Line breed secara sistematis dan tercatat dgn detail.
Menurut Mr. Steven, bila kita sukses mengembangkan metode ini, maka kita
akan ongkang2 kaki bisa menikmati hasilnya selama 20 tahun lebih…!!
Teori population genetics hanya cocok diterapkan oleh breeder yang
serius, konsisten dan mempunyai visi jauh ke depan. Jadi harus diawali
dengan suatu angan-angan tentang kualitas ayam yg nantinya ingin kita
hasilkan.
Berikut penerapannya di lapangan :
Tahapan ternak berdasar teori ini :
1. Cross breed I
Sebelum mulai ternak, kita harus berkhayal dulu. Berkhayal tentang
seperti apa typical karakter ayam terbaik yang kita idam2kan. Bukan
sekedar ikut2an hanya melihat ayam juara yang ada. Ayam juara belum
tentu sempurna. Maka khayalan kita harus jauh lebih bagus dari sekedar
juara. Agak idealis kelihatannya, tapi inilah cita cita yang harus
dicapai, bagaimanapun sulitnya.
Untuk cross breed I, carilah pasangan indukan sesuai dgn kriteria
khayalan kita tsb. Memakai ayam juara lebih dianjurkan. Tapi jangan asal
comot!!!. Ayam juara banyak ragam typikal kerjanya. Misalkan ingin
punya ayam dgn pukul keras, maka carilah ayam juara yg tipikal kerjanya
pukul keras. Kemudian cari juga pasangan betinanya yg keturunan ayam
pukul keras.
Hasil dari cross breed 1 ini diharapkan muncul ayam2 dgn karakter pukul keras secara merata pada anakannya.
Cross breed 1 ini dianggap tahap yg paling penting utk pondasi
tahapan breeding berikutnya. Hasil anakan 75% harus rata karakternya.
Ini untuk menghindari resiko besar pada tahapan breeding selanjutnya
(inbreed), dan menghindari set back yg bisa membuang waktu percuma.
2. Inbreed :
Tujuan inbreed adlh mencetak breeder (parental stock) yg menyatukan
sifat2 positif yg dimiliki agar lebih kuat daya turun ke anaknya
(dominan).
Hasil inilah yg disebut ‘investasi’, modal dasar dan aset ternakan
kita yg sangat berharga. Anakan hasil inbreed, biasanya tidak memiliki
‘vitalitas’. Yaitu rentan terhadap penyakit, dan fisik/staminanya loyo.
Ini tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah untuk parental
stock, bukan untuk dijadikan fighter. Sukur2 kalo ternyata hasilnya bisa
jadi petarung. Pada akhirnya, kurangnya vitalitas ini dapat diperbaiki
melalui tahapan berikutnya.
3. Line breed :
Setelah dapat ‘modal’ dari inbreed, diperkuat lagi dgn line breed.
Bila dipasangkan (misalnya) dgn paman yg punya pukul keras, hasilnya
sudah bisa dipastikan : ayam dgn karakter pukul sempurna yg sangat
dominan. Mungkin inilah yg dimaksud oleh Steven sebagai ‘super breed’.
Yaitu ayam yg memiliki daya turun breeding yg kuat thdp anak2nya.
4. Cross breed 2 :
Super breed ini boleh dicoba utk disilang dgn ayam dari trah lain
(cross breed ke 2). Tujuannya utk menambah daya vitalitas dan
menyempurnakan karakter. Kalau di cross dgn ayam lain yg pukul keras,
hasilnya pasti ayam dgn pukulan sempurna. Kalau di cross dgn ayam yg
sifatnya agak berbeda, -teknik bagus misalnya- maka pukul kerasnya tidak
akan hilang. Justru kita berharap ayam dgn tipikal pukul keras dan
teknik bagus. Inilah yang dimaksud Mr. Steven sebagai ‘Super fighter’.
Beberapa prinsip yg harus dipahami :
- Tujuan utama teori population genetics adalah untuk melestarikan
karakter/sifat-sifat unggul dari indukan (untuk mudahnya kita pake saja
istilah “geno-type”) , bukan mempertahankan ciri-ciri fisik (feno-type).
Dgn kata lain, tujuan teori ini adlh menciptakan ‘super ‘breeder’.
- Inbreeding pada prinsipnya adalah upaya menggabungkan sifat-sifat/
karakter 2 individu yang berbeda, baik karakter yang positif maupun
negatif. (Ingat, tidak ada ayam yg sempurna). Oleh karenanya rumus
inbreeding adalah “the best vs the best”. Mr. Breemen memakai istilah
super breeder vs super breeder. Yang kedua, super breeder harus
mempunyai karakteristik yg dapat mendukung “khayalan” kualitas ayam yg
ingin dihasilkan dari ternak kita. Misalnya kalau kita menghayalkan
bahwa hasil ternakan kita harus teknik bagus, maka cari indukan yg
teknik bagus. Kalau sekarang belum memiliki atau belum mampu memiliki
indukan yg “ideal”, menurut saya tidak perlu khawatir karena kualitas
indukan dapat diperbaiki melalui cross-breeding.Mungkin ada yg bertanya,
kalau kita sudah punya “super breeder” kenapa tidak itu saja diternak
dan nggak perlu repot-repot pake teori population genetics?? jawab :
Kalau tujuan kita ternak hanya jangka pendek memang teori population
genetics tidak perlu, tapi seperti dijelaskan sebelumnya, tujuan kita
adalah jangka panjang. Perlu diingat bahwa super breeder yg kita punya
suatu saat akan mati, mandul, atau sakit. Kalau ini terjadi maka kita
kehilangan modal. Itu sebabnya banyak peternak besar yg gagal
mempertahankan standard kualitasnya dan terus menurun. Dan banyak ayam2
juara yg terputus generasinya.
- Cross-breeding yg pertama adalah pada saat awal memulai ternak
dimana indukan berasal dari dua darah (strain) yg berbeda sedangkan
cross-breeding yg kedua dilakukan dengan dua tujuan, yaitu apabila kita
ingin memproduksi petarung dan untuk memperbaiki kualitas darah yg sudah
ada (menambahkan elemen baru atau “additive characteristics” yg sudah
ada).
- Aplikasi teori population genetics menuntut adanya sistem seleksi yg
ekstra ketat. Beberapa waktu yg lalu ada pendapat yg mengatakan untuk
bisa memakai sistem inbreeding, maka kita harus menjadi ahli “membunuh”.
Istilah ini sebenarnya hanya untuk memberikan tekanan bahwa anakan yg
akan melanjutkan generasi indukan harus diseleksi secara ketat. Pilihlah
anak betina yg mirip bapaknya dan anak jantan yg mirip ibunya. Yang
perlu dipahami, pengertian “mirip” disini bukan mirip secara fisik, tapi
yg lebih penting adalah karakternya (tetapi kalau secara fisik juga
mirip ya tidak apa-apa). Di sini lagi-lagi diperlukan “feeling” dan
keahlian dalam melakukan seleksi. Agar kita bisa melakukan seleksi,
misalnya untuk mengambil 1 pasang pada setiap generasi kita tetaskan 3
X, lalu dari situ dilakukan seleksi untuk menentukan 1 pasang yg akan
melanjutkan karakter moyangnya (ancestors). Semakin banyak pilihan yg
akan diseleksi, akan semakin bagus.
- Hasil inbreeding selalu ditandai dengan ciri-ciri kehilangan
vitalitas (ayam hasil inbreeding menunjukkan gejala penurunan
vitalitas). Prof. Anker bahkan menegaskan bahwa semakin besar hilangnya
vitalitas pada ayam hasil in-breeding berarti effek dari inbreeding itu
lebih bagus ( confused confused ).Ayam hasil inbreeding tidak cocok
untuk tarung, tapi hanya cocok untuk menjadi indukan (orang eropa
biasanya beli burung bukan untuk dimainkan tapi untuk breeding).
Turunanya nanti yang dimainkan.
Vitalitas yang hilang itu akan didapatkan kembali apabila hasil
inbreeding di-cross dengan ayam lain. Inbreeding dimaksudkan untuk
membangun sifat-sifat yang akan selalu diturunkan kepada turunannya
(offspring), sedangkan cross-breeding untuk menambah sifat-sifat/
karakter yang sudah ada seperti menambah vitalitas, karakter dan
kekuatan.
Dengan in-breeding kita bisa memperbaiki kualitas yang jelek.
In-breeding adalah pengurangan variasi atau keragaman. Semakin
banyak/sering suatu darah tertentu (strain) dilakukan in-breed maka
turunannya akan mirip satu sama lain.
Menjodohkan bapak dan anaknya yg cewek atau ibu dengan anaknya yg
cowok lebih efektif hasilnya dari pada menjodohkan kakak dengan adiknya
(meskipun sama-sama in-breeding tapi sepertinya dampaknya berbeda).